Terjungkal Akibat Ibu
Oleh : Joko Indiarto
Pagi hari aku bangkit dari tempat
tidur, kubuka jendela kamarku terlihat di luar masih gelap. Udara pegunungan
yang masih begitu dingin. Maklum saja rumahku berada di pegunungan mungkin
kalau orang jakarta bilang tempat tinggalku seperti puncak di bogor yang
udaranya yang masih. Udara dingin membuatku Timbul rasa ingin kembali ke tempat
tidur, tapi apa daya aku harus menjalani rutinitasku sebagai pelajar. Aku anak
yang rajin, setiap sebelum tidur aku persiapkan hal yang aku butuhkan di
sekolah. Tidak seperti temanku yang rumahnya dekat dengan sekolah menyiapkan
peralatan sekolahnya bisa di pagi hari, sedangkan aku kalau ada barang yang
tertinggal aku bisa repot. Tidak ada yang mau mengantarkan barangku yang
tertinggal. Maklum rumahku sekitar 25 menitan kesekolah jika ditempuh dengan
kecepatan 60 KM/Jam. Setelah selasai mandi dengan seragam yang rapi dan wangi. Aku
keluar kamar.
“Pit... pit....” panggil ibuku. “enten nopo bu?” jawabku.
“ini sarapannya sudah siap” kata ibuku . “Iya aku
makan” kataku.
Selesai makan aku memakai sepatu
serta memanasi kendaraan yang selalu setia menemaniku dalam menimba ilmu. Kulihat
jam masih 1 jam sebelum gerbang sekolahku ditutup. “ bu.. pitra berangkat”
ucapku sambil mencium tanganya. “iya pit hati-hati dijalanan, jangan
kencang-kencang kalau naik sepeda. Gakpapa kalau telat yang penting selamat”
jawab ibuku yang begitu panjang dan itu itu saja nasihat ibuku setiap pagi
membuat diriku bosen mendengarkan nasihat yang seperti itu. “o, iya pit.. ibu
lupa. Nanti sepulang sekolah. Risa jemputen di rumah bude ya” imbuh ibuku. “iya,
bu” jawabku dengan nada biasa saja. “bu, berangkat Assalammu’alaikum” kataku. “Wa’alaikumsalam”
jawab ibuku. Aku ditengah jalan berpikir tadi kok bapak tidak ada biasanya
pagi-pagi sudah di teras dengan secangkir kopi. Mungkin bapak ada keperluan
dengan pekerjaannya.
Di jalan aku mengendarai motorku
dengan santai dan kulihat indikator jam di motorku aku bisa terlambat. Jalanan dari
rumahku menuju sekolahu jalannya menurun jadi tidak susah untuk memacu
kendaraanku dengan kencang. Aku memacu kendaraanku hingga mencapai kecepatan di
atas 100KM/Jam. Dengan perbuatan itu aku melupakan perkataan ibuku yang setiap
pagi beliau katakan padaku. Saat menikmati sensasi mengendarai motor dengan
kecepatan tersebut, tanpa kusadari di depanku ada pengendara yang sedang mendahului
mobil pick up. Di saat itu aku bingung tindakan apa yang harus kulakukan. Akhirnya
aku memutuskan untuk mengerem ban depan dan belakang secara bersamaan. Aku pun
terjatuh dengan kejadian yang begitu cepat.
Saat ku terbangun dari aspal ku
merasakan bagian tubuhku yang terluka dan kulihat ternyata lutut kanan kiriku
berdarah serta celana sekolahku sobek. Saat terjatuh dan motorku terlepas dari
kendaliku motor tersebut mennyenggol anak SD yang menggunakan sepada, untung
saja anak itu tidak apa-apa. Banyak orang yang menolong diriku terutama
guru-guru SD. “nak kamu tidak apa-apa ?” tanya seorang guru laki-laki. “tidak
apa-apa pak” ucapku. “mari masuk ke dalam SD dulu” ajak pak guru tadi. Aku pun
menurutinya, kulihat sepedaku tidak terlalu rusak. Di dalam SD saya di
tanya-tanyai rumahnya mana ?, sekolah mana ?, anaknya siapa ?. Aku pun
menjawabnya dengan benar tanpa mengada-ngada. “nak sebaiknya kamu sekolah dulu,
agar tidak telat biar ayahmu saja yang menyelesaikannya. Berapa nomor hp
ayahmu?” ujar seorang bu guru. Aku pun menjawab “ baik bu, nomor hp ayah saya
08888888XXXX, makasih ya bapak maupun ibu saya sudah di bantu”. Aku pun
mengendarai motorku menuju sekolahku, aku pun menyesal tidak mendengarkan nasihat
ibuku. Ternyata oh ternyata gerbang MTs sudah ditutup. Aku pun tetap dibolehkan
masuk karena aku habis kecelakaan. Andai saja di jam terakhir tidak ada ulangan
Matematik aku memilih tidak sekolah. Aku langsung menuju UKS untuk tidur hingga
jam pelajaran terakhir. Tiba-tiba ada guru yang menghampiriku “kamu tidak
apa-apa kan pit?” tanya bu guru Matematika. “tidak apa-apa bu hanya jatuh
biasa, tidak parah kok” jawabku. “tadi ada guru SD yang telfon ke sekolah kalau
kamu kecelakaan” ucap bu guru. Batinku kok bisa tahu ya nomor telfon sekolahku.
“iya bu, memang saya kecelakaan di depan SD tersebut” ucapku. Akupun menjelaskan
kronologi kecelakaan pagi hari tadi. Selesai bercerita akupun melanjutkan
tidurku. Jam pelajaran terakhir sudah berbunyi pertanda ulangan matematika. Aku
mengikuti ulangan matematika, setelah selesai aku pulang.
Saat sampai rumah aku di marahi
habis-habisan sama orang tuaku. Anak sendiri kok dimarahi, sebetulnya
dinasihati saja sudah cukup. “mana adikmu ?” tanya ibuku. Mati aku, lupa
menjemput adaik di rumah bude. Aku menjawab “lupa bu, saya bingung gara-gara
kejadian ini bu”. “untung ayahmu sudah nyelesain permasalahannya. kamu si di
nasihati orang tua itu ya di dengerin, gini kan akibatnya. Ibu tidak percaya
lagi sama kamu kalau naik motor, lagian juga kamu belum cukup umur” nasihat ibu
kepadaku. Aku hanya terdiam tanpa menjawab sekatapun karena emang aku salah
lebih baik tadi telat ketimbang kecelakaan kayak gini jadi panjang kan
masalahnya huft....
Cerpen remaja, cerpen indonesia, cerpen SMA, Cerpen baru
No comments:
Post a Comment