Sunday, 29 September 2013

Terjungkal Akibat Ibu


Terjungkal Akibat Ibu
Oleh : Joko Indiarto
           
Pagi hari aku bangkit dari tempat tidur, kubuka jendela kamarku terlihat di luar masih gelap. Udara pegunungan yang masih begitu dingin. Maklum saja rumahku berada di pegunungan mungkin kalau orang jakarta bilang tempat tinggalku seperti puncak di bogor yang udaranya yang masih. Udara dingin membuatku Timbul rasa ingin kembali ke tempat tidur, tapi apa daya aku harus menjalani rutinitasku sebagai pelajar. Aku anak yang rajin, setiap sebelum tidur aku persiapkan hal yang aku butuhkan di sekolah. Tidak seperti temanku yang rumahnya dekat dengan sekolah menyiapkan peralatan sekolahnya bisa di pagi hari, sedangkan aku kalau ada barang yang tertinggal aku bisa repot. Tidak ada yang mau mengantarkan barangku yang tertinggal. Maklum rumahku sekitar 25 menitan kesekolah jika ditempuh dengan kecepatan 60 KM/Jam. Setelah selasai mandi dengan seragam yang rapi dan wangi. Aku keluar kamar.
“Pit... pit....” panggil ibuku. “enten nopo bu?” jawabku.
“ini sarapannya sudah siap” kata ibuku . “Iya aku makan” kataku.
Makanan pagi ini cukup lengkap ada daging, tempe tahu, ayam goreng, telur dadar serta kerupuk. Kalau makan tidak ada kerupuknya serasa masakan tanpa garam bagiku. Tak lupa juga segelas susu hangat. Setiap pagi aku selalu minum susu tetapi tidak ada perubahan fisik, tubuhnku tetap kurus kerontang.

Selesai makan aku memakai sepatu serta memanasi kendaraan yang selalu setia menemaniku dalam menimba ilmu. Kulihat jam masih 1 jam sebelum gerbang sekolahku ditutup. “ bu.. pitra berangkat” ucapku sambil mencium tanganya. “iya pit hati-hati dijalanan, jangan kencang-kencang kalau naik sepeda. Gakpapa kalau telat yang penting selamat” jawab ibuku yang begitu panjang dan itu itu saja nasihat ibuku setiap pagi membuat diriku bosen mendengarkan nasihat yang seperti itu. “o, iya pit.. ibu lupa. Nanti sepulang sekolah. Risa jemputen di rumah bude ya” imbuh ibuku. “iya, bu” jawabku dengan nada biasa saja. “bu, berangkat Assalammu’alaikum” kataku. “Wa’alaikumsalam” jawab ibuku. Aku ditengah jalan berpikir tadi kok bapak tidak ada biasanya pagi-pagi sudah di teras dengan secangkir kopi. Mungkin bapak ada keperluan dengan pekerjaannya.

Di jalan aku mengendarai motorku dengan santai dan kulihat indikator jam di motorku aku bisa terlambat. Jalanan dari rumahku menuju sekolahu jalannya menurun jadi tidak susah untuk memacu kendaraanku dengan kencang. Aku memacu kendaraanku hingga mencapai kecepatan di atas 100KM/Jam. Dengan perbuatan itu aku melupakan perkataan ibuku yang setiap pagi beliau katakan padaku. Saat menikmati sensasi mengendarai motor dengan kecepatan tersebut, tanpa kusadari di depanku ada pengendara yang sedang mendahului mobil pick up. Di saat itu aku bingung tindakan apa yang harus kulakukan. Akhirnya aku memutuskan untuk mengerem ban depan dan belakang secara bersamaan. Aku pun terjatuh dengan kejadian yang begitu cepat.

Saat ku terbangun dari aspal ku merasakan bagian tubuhku yang terluka dan kulihat ternyata lutut kanan kiriku berdarah serta celana sekolahku sobek. Saat terjatuh dan motorku terlepas dari kendaliku motor tersebut mennyenggol anak SD yang menggunakan sepada, untung saja anak itu tidak apa-apa. Banyak orang yang menolong diriku terutama guru-guru SD. “nak kamu tidak apa-apa ?” tanya seorang guru laki-laki. “tidak apa-apa pak” ucapku. “mari masuk ke dalam SD dulu” ajak pak guru tadi. Aku pun menurutinya, kulihat sepedaku tidak terlalu rusak. Di dalam SD saya di tanya-tanyai rumahnya mana ?, sekolah mana ?, anaknya siapa ?. Aku pun menjawabnya dengan benar tanpa mengada-ngada. “nak sebaiknya kamu sekolah dulu, agar tidak telat biar ayahmu saja yang menyelesaikannya. Berapa nomor hp ayahmu?” ujar seorang bu guru. Aku pun menjawab “ baik bu, nomor hp ayah saya 08888888XXXX, makasih ya bapak maupun ibu saya sudah di bantu”. Aku pun mengendarai motorku menuju sekolahku, aku pun menyesal tidak mendengarkan nasihat ibuku. Ternyata oh ternyata gerbang MTs sudah ditutup. Aku pun tetap dibolehkan masuk karena aku habis kecelakaan. Andai saja di jam terakhir tidak ada ulangan Matematik aku memilih tidak sekolah. Aku langsung menuju UKS untuk tidur hingga jam pelajaran terakhir. Tiba-tiba ada guru yang menghampiriku “kamu tidak apa-apa kan pit?” tanya bu guru Matematika. “tidak apa-apa bu hanya jatuh biasa, tidak parah kok” jawabku. “tadi ada guru SD yang telfon ke sekolah kalau kamu kecelakaan” ucap bu guru. Batinku kok bisa tahu ya nomor telfon sekolahku. “iya bu, memang saya kecelakaan di depan SD tersebut” ucapku. Akupun menjelaskan kronologi kecelakaan pagi hari tadi. Selesai bercerita akupun melanjutkan tidurku. Jam pelajaran terakhir sudah berbunyi pertanda ulangan matematika. Aku mengikuti ulangan matematika, setelah selesai aku pulang.


Saat sampai rumah aku di marahi habis-habisan sama orang tuaku. Anak sendiri kok dimarahi, sebetulnya dinasihati saja sudah cukup. “mana adikmu ?” tanya ibuku. Mati aku, lupa menjemput adaik di rumah bude. Aku menjawab “lupa bu, saya bingung gara-gara kejadian ini bu”. “untung ayahmu sudah nyelesain permasalahannya. kamu si di nasihati orang tua itu ya di dengerin, gini kan akibatnya. Ibu tidak percaya lagi sama kamu kalau naik motor, lagian juga kamu belum cukup umur” nasihat ibu kepadaku. Aku hanya terdiam tanpa menjawab sekatapun karena emang aku salah lebih baik tadi telat ketimbang kecelakaan kayak gini jadi panjang kan masalahnya huft.... 



Cerpen remaja, cerpen indonesia, cerpen SMA, Cerpen baru

No comments:

Post a Comment